Contoh pertama
Muhammad bin Sirin berkata, ((Harga kurma naik melambung di masa pemerintahan Utsman bin ‘Affan hingga 1000 dirham, maka Usamah bin Zaid pun pergi menuju pohon kurma yang ia miliki lalu iapun melobanginya dan mengambil jantung kurma tersebut lalu ia berikan kepada ibunya. Orang-orang lalu berkata kepadanya, “Apa yang menyebabkan engkau melakukan ini padahal engkau tahu bahwa harga pohon kurma sekarang mencapai 1000 dirham?”, Usamah berkata, “Ibuku meminta jantung pohon kurma kepadaku dan tidaklah ia meminta sesuatu kepadaku yang aku mampu kecuali aku penuhi permintaannya”))[1]
Contoh kedua
شهد بن عمر رجلا يمانيا يطوف بالبيت حمل أمه وراء ظهره يقول
إني لها بعيرها المذلل إن أذعرت ركابها لم أذعر
ثم قال يا بن عمر أترانى جزيتها قال لا ولا بزفرة واحدة ثم طاف بن عمر فأتى المقام فصلى ركعتين ثم قال يا بن أبى موسى إن كل ركعتين تكفران ما أمامهما
Dari Abu Burdah mengabarkan bahwasanya Ibnu Umar melihat seorang pria dari Yaman towaf di ka’bah sambil mengangkat ibunya di belakang punggungnya seraya berkata, “Sesungguhnya aku adalah onta ibuku yang tunduk..jika ia takut untuk menungganginya aku tidak takut (untuk ditunggangi)”, lalu ia berkata, “Wahai Ibnu Umar, apakah menurutmu aku telah membalas jasa ibuku?”, Ibnu Umar berkata, “Tidak, bahkan engkau tidak bisa membalas jasa karena keluarnya satu tetes cairan dari cairan yang dikeluarkannya tatkala melahirkan”, kemudian Ibnu Umar menuju maqom Ibrahim dan sholat dua rakaat lalu berkata, “Wahai Ibnu Abi Musa sesungguhnya setiap dua rakaat menebus dosa-dosa yang ada dihadapan kedua rakaat tersebut”[2]
Lihatlah pemuda dari yaman ini yang telah bersusah payah memikul ibunya untuk berbakti kepada ibunya tatkala thowaf demi untuk membalas kebaikan ibunya namun seluruh keletihan itu tidaklah menyamai setetes air yang keluar tatkala melahirkan. Ini jelas menunjukan akan tingginya dan agungnya hak orangtua atas anaknya
Contoh ketiga
Dari Musa bin ‘Uqbah berkata, “Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Tholib tidak makan bersama ibunya padahal ia adalah orang yang paling berbakti kepada ibunya. Lalu ditanyakan kepadanya tentang hal itu maka ia berkata, “Aku takut jika aku makan bersama ibuku lantas matanya memandang pada suatu makanan dan aku tidak tahu pandangannya tersebut lalu aku memakan makanan yang dipandangnya itu maka aku telah durhaka kepadanya”[3]
Contoh keempat
Dikatakan bahwasanya Kihmis bin Al-Hasan At-Tamimi[4] hendak membunuh kalajengking namun kalajengking tersebut masuk ke dalam lubangnya maka beliaupun memasukan jari beliau ke dalam lubang tersebut dari belakang kalajengking maka kalajengking tersebutpun menyengatnya. Lalu ditanyakan kepadanya kenapa ia melakukan hal itu?, ia berkata, “Aku khawatir kalajengking itu keluar dari lubangnya kemudian menyengat ibuku”[5]
Contoh kelima
Al-Ma’mun berkata, “Aku tidak melihat ada orang berbakti kepada ayahnya sebagaimana berbaktinya Al-Fadhl bin Yahya kepada ayahnya. Yahya (ayah Fadhl) adalah orang yang tidak bisa berwudhu kecuali dengan air hangat. Pada suatu waktu Yahya dipenjara maka penjaga penjara melarangnya untuk memasukan kayu bakar di malam yang dingin, maka tatkala Yahya hendak tidur Al-Fadhl pun mengambil qumqum (yaitu tempat air dari tembaga yang atasnya sempit, yaitu semacam kendi kecil yang terbuat dari tembaga) lalu ia penuhi dengan air kemudian ia dekatkan dengan lampu sambil berdiri. Ia terus berdiri sambil memegang qumqum hingga subuh.”
Dan selain Ma’mun menceritakan bahwasanya para petugas penjaga penjarapun mengetahui apa yang diperbuat oleh Al-Fadhl maka merekapun melarang Al-Fadhl untuk mendekati lampu pada malam berikutnya maka Al-Fadhl pun mengambil qumqum yang penuh dengan air kemudian ia membawanya tatkala ia hendak tidur, ia memasukannya diantara bantal-bantal hingga subuh sehingga airnyapun hangat”[6]
Dan masih banyak contoh-contoh para salaf dalam berbakti kepada orangtua mereka.
Wallahu a’lam bis shawwab.
Catatan Kaki:
[1] Sifatus Sofwah 1/522
[2] HR Al-Bukhari dalam adabul mufrod 1/18 dan Dishahihkan sandanya oleh Syaikh Al-Albani
[3] Kitabul bir was silah hal 82 karya Ibnul jauzi sebagaimana dinukil oleh Abdurrahman bin abdilwahhab Alibabtain dalam risalahnya birul walidain hal 33
[4] Seorang tabi’in yang tinggal di Bashroh dan seorang ‘abib (ahli ibadah) , wafat pada tahun 149 H (Masyahir Ulama Al-Amshor 1/152). Berkata Adz-Dzahabi, “Beliau sholat sehari semalam 1000 rakaat…dan uangnya sedinar pernah jatuh lalu iapun mencarinya dan akhirnya mendapatkannya, namun ia tidak mengambilnya dan berkata, “Jangan-jangan ini bukan uangku”,…dan beliau adalah orang yang berbakti kepada ibunya…” (As-Siyar 6/216-217)
[5] Nuzhatul Uqola’ 1/541 sebagaimana dinukil oleh Abdurrahman bin abdilwahhab Alibabtain dalam risalahnya birul walidain hal 35
[6] Kitabul bir was silah, karya Ibnul Jauzi hal 85 sebagaimana dinukil oleh Abdurrohman Alibabtein dalam risalahnya “Birrul Walidain” hal 45
0 komentar:
Post a Comment