Wednesday, 2 April 2014

Rib’i bin ‘Amir Bertemu dengan Raja Persia



SEBELUM terjadi peperangan Qadisiyah antara tentara Muslimin pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dengan tentara Persia pimpinan Rustum, Sa’ad terlebih dulu mengirim utusan kepada Rustum beberapa kali. Di antara utusan tersebut adalah Rib’i bin ‘Amir Ats-Tsaqafi radhiyallahu ‘anhu.
Maka Rib’i pun segera masuk menemui Rustum sementara mereka telah menghiasi pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta permadani-permadani yang terbuat dari sutera. Mereka mempertontonkan kepadanya berbagai macam perhiasan berupa yaqut, permata-permata yang mahal, dan perhiasan lain yang menyilaukan mata, sementara Rustum memakai mahkota dan sedang duduk di atas ranjang yang terbut dari emas.
Berbeda keadaannya dengan Rib’i. Ia masuk dengan hanya mengenakan baju yang sangat sederhana, dengan pedang, perisai, dan kuda yang pendek. Rib’i masih tetap di atas kudanya hingga menginjak ujung permadani. Kemudian Ia turun serta mengikatkan kuda tersebut di sebagian bantal-bantal yang terhampar. Setelah itu Ia langsung masuk dengan senjata, baju besi, dan penutup kepalanya.
Mereka berkata, “Letakkan senjatamu!”
Ia menjawab, “Aku tidak pernah berniat mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang kemari. Jika kalian memerlukanku maka biarkan aku masuk dalam keadaan seperti ini. Jika tidak kalian izinkan, maka aku akan segera kembali.”
Rustum berkata, “Biarkan dia masuk.”
Maka Rib’i datang sambil bertongkat dengan tombaknya dalam keadaan posisi ujung tombak ke bawah sehingga bantal-bantal yang dilewatinya penuh dengan lubang-lubang bekas tombaknya.
Mereka bertanya, “Apa yang membuat kalian datang ke sini?”
Ia menjawab:
الله ابتعثنا لنخرج من شاء من عبادة العباد إلى عبادة الله، ومن ضيق الدنيا إلى سعتها، ومن جور الاديان إلى عدل الاسلام، فأرسلنا بدينه إلى خلقه لندعوهم إليه، فمن قبل ذلك قبلنا منه ورجعنا عنه، ومن أبى قاتلناه أبدا حتى نفضي إلى موعود الله.
“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan Al-Islam. Maka Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk kami seru mereka kepadanya. Maka barangsiapa yang menerima hal tersebut, kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Tetapi barangsiapa yang enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah”
Mereka bertanya, “Apa yang dijanjikan Allah (kepada kalian)?”
Ia menjawab, “Surga bagi siapa saja yang mati dalam memerangi orang-orang yang enggan dan kemenangan bagi yang hidup.
Rustum pun berkata, “Sungguh aku telah mendengar perkataan-perkataan kalian. Tetapi maukah kalian memberi tangguh perkara ini sehingga kami mempetimbangkannya dan kalian pun mempertimbangkannya?”
Ia menjawab, “Ya, berapa lama waktu yang kalian sukai? sehari atau dua hari?”
Rustum menjawab, “Tidak, tetapi hingga kami menulis surat kepada para petinggi kami dan para pemimpin kaum kami.”
Maka ia pun menjawab, “Rasul kami tidak pernah mengajarkan kepada kami untuk menangguhkan peperangan semenjak bertemu musuh lebih dari tiga (hari). Maka pertimbangkanlah perkaramu dan mereka, dan pilihlah satu dari tiga pilihan apabila masa penangguhan telah berakhir.”
Rustum bertanya, “Apakah kamu pemimpin mereka?”
Ia menjawab, “Tidak, tetapi kaum muslimin ibarat jasad yang satu. Yang paling rendah dari mereka dapat memberikan jaminan keamanan terhadap yang paling tinggi.”
Maka akhirnya Rustum mengumpulkan para petinggi kaumnya kemudian berkata,”Pernahkah kalian melihat (walau sekali) yang lebih mulia dan lebih benar daripada perkataan lelaki ini?”
Mereka menjawab, “Kami minta perlindungan Allah dari (supaya engkau tidak) terpengaruh kepada sesuatu dari (ajakan) ini dan dari menyeru agamamu kepada (agama) anjing ini. Tidakkah engkau melihat kepada pakaiannya?”
Rustum menjawab, “Celaka kalian! Janganlah kalian melihat kepada pakaian. Akan tetapi lihatlah kepada pendapat, perkataan, dan jalan hidupnya! Sesungguhnya orang ‘Arab menganggap ringan masalah pakaian dan makanan. Tetapi mereka menjaga harga diri mereka.”

Wallahu a’lam bis shawwab.
Maraji’:
[1] Al-Bidayah Wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir versi Asy-Syamilah 7/46
[2] Al-Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin 256-258 (terbitan Darul Haq).
[3] Tarikh At-Thabari versi Asy-Syamilah 3/33.

0 komentar:

Post a Comment